Liputan6.com, Jakarta - Andi Arief tak menyangka cuitannya di twitter membuat geger publik. Isi tweet yang digulirkan politikus Demokrat itu membuat kalang kabut penyelenggara pemilu 2019.
Bagaimana tidak. Dalam akun twitternya, Andi mengungkap dugaan adanya tujuh kontainer surat suara yang sudah dicoblos di Tanjung Priok. Dia pun meminta penyelenggara pemilu mengecek kebenarannya.
KPU yang mendengar kabar itu bergegas. Dengan menggandeng Bawaslu dan Bea Cukai, lembaga yang dipimpin Arief Budiman ini memeriksa informasi liar ini di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Hasilnya ditegaskan kabar itu tidak benar alias hoaks.
Wah tuit kontainer jadi rame. Saya gak ngikuti karena tertidur. Baguslah kalau KPU dan Bawaslu sudah mengecek ke lokasu. Soal beredarnya isu harus cepat menanggulanginya. Gak bisa dibiarkan dengan pasif. Harus cepat diatasi.
— andi arief (@AndiArief__) 3 Januari 2019
Terlepas dari fakta bawah kabar itu ternyata tak benar, hoaks yang terjadi saat ini ditengarai tak akan berhenti sampai isu kontainer isi surat suara yang dicoblos, yang diramaikan oleh cuitan Andi Arief di akun Twitternya yang punya 98.700 pengikut.
Di 2019, akan banyak konten-konten tak bertuan yang menghasut dengan melempar isu sensitif. Bakal makin menjadi seiring kian dekatnya penyelenggaraan Pemilu dan Pilpres 2019.
"Saya kira akan makin marak. Sesuai teori produk, karena konsumennya ada, konsumennya banyak," kata Pengamat Media dan Politik, Hariqo Wibawa Satria saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (4/1/2018).
Dia meminta semua pihak untuk tidak tegang menghadapi hoaks tersebut. Sikap waspada harus dikedepankan agar terhindar dari adu domba antarpendukung capres, antaragama dan antarsuku.
"Hoaks tidak menguntungkan salah satu pihak. Merugikan semua. Kita akan berkelahi setelah itu," ujar Hariqo.
Ia meminta sebaiknya jangan langsung percaya terhadap isi sebuah cetak layar status medsos ataupun cetak layar percakapan WhatsApp. Masyarakat hendaknya dapat mengecek ke media sosialnya langsung, apakah nama dan status itu benar-benar ada atau hanya editan atau mencatut nama seseorang dan kelompok tertentu.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2582608/original/036701200_1546600375-190104_HOAKS_DI_TAHUN_POLITIK_KIAN_MARAK.jpg)
Jika asli, lanjut Hariqo, masyarakat dipersilakan untuk melaporkannya ke aparat dan jangan menggeneralisasi seakan satu mewakili semua. Bisa saja seseorang membuat akun media sosial dengan nama yang identik dengan kelompok tertentu, kemudian menyerang lainnya.
"Para pengadu domba juga bisa menyamar menjadi pendukung Jokowi maupun Prabowo. Tidak semua orang punya kemampuan dan waktu untuk mengecek kebenaran sebuah konten. Karena sasaran hoaks bukan orang yang melek media," ucap dia.
Untuk menanggulangi hoaks jelang Pilpres, ia meminta kedua kubu untuk bertemu. Jika perlu, kedua kubu menggelar pertemuan dengan intensitas yang sering.
"Sering atau rutin bertemu. Kubu Jokowi, kubu Prabowo dan Kemenkominfo membahas hoaks yang sudah beredar," ujar dia.
Sementara itu, Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Indria Samego menilai, hoaks merupakan senjata lawan Jokowi untuk mendelegitimasi pemerintahan. Hanya dengan kampanye hitam atau negatif, pihak tertentu akan merasa terdongkrak elektabilitasnya.
"Buzzer dan influencer akan gunakan ini sebagai jualannya. Pertanyaannya, seberapa jauh hukum bisa mencegah hoaks dan berbagai bentuk kampanye hitam," ujar Indria saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (4/1/2018).
Untuk menghindari hoaks, kedua kubu hendaknya berkampanye secara elegan. Mereka hendaknya memberikan pendidikan politik yang baik kepada rakyat.
"Nyatanya berbanding terbalik dengan itu. Semuanya mimpi menang. Untuk itu menghalalkan segala macam cara. Karena kekalahan itu sebuah aib, maka mereka berusaha untuk mengeksploitasi beragam cara, mulai soal data daftar pemilih, e-KTP palsu sampai surat suara yang sudah dicoblos. Padahal dicetak pun belum," terang Indria.
Sementara itu, Ahli neurologi dr Roslan Yuni Hasan Sp.BS yang akrab dipanggil Ryu Hasan mengungkapkan, pada masa pemilu, hoaks digunakan sebagai taktik untuk mengiklankan diri sendiri. Mirip kampanye.
"Iklan itu macam-macam caranya, ada yang iklan baik-baik, ada iklan yang menjelekan produk lain," kata dia saat dihubungi Liputan6.com.
Namun tujuannya adalah memengaruhi masyarakat untuk memilih pihaknya dan meninggalkan yang lain.
"Bukan hanya orang Indonesia yang mudah terpengaruh hoaks. Manusia itu pada dasarnya suka dengan hoaks, apalagi hoaks yang mengancam," kata Ryu.
"Otak manusia lebih cenderung mengikuti hoaks yang mengancam ketimbang yang berikan harapan-harapan."
Saksikan video terkait hoaks berikut ini:
Menjelang Pemilu 2019 hoaks di berbagai media sosial semakin marak.
No comments:
Post a Comment