Pages

Saturday, December 29, 2018

Susut Anak Krakatau Usai Tsunami Selat Sunda

Liputan6.com, Jakarta - Status Gunung Anak Krakatau meningkat dari yang sebelumnya Waspada menjadi Siaga. Keputusan meningkatkan status gunung yang berada di provinsi Lampung itu berdasarkan intensitasnya yang masih aktif hingga saat ini.

Sejak 22 Desember 2018, Gunung Anak Krakatau terus melepaskan energinya untuk tumbuh.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan, aktivitas Gunung Anak Krakatau sebenarnya sedikit mereda pada bulan ini. Erupsi abu vulkanik di gunung tersebut lebih kecil jika dibandingkan September lalu.

"Jadi memang secara teori aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau sebenarnya yang sangat besar belakangan itu di September tahun ini. Tapi, jika dibandingkan ketinggian erupsi dan amplitudonya, sekarang ini Desember mungkin tidak ada seperempatnya dibanding bulan September," jelas dia di Banten, Jumat, 28 Desember 2018.

Satelit radar Alos-2 milik Jepang pantau aktivitas Gunung Anak Krakatau (JAXA)

Namun temuan terbaru pasca-tsunami Selat Sunda muncul. Gunung Anak Krakatau disebut mengalami sejumlah perubahan. Salah satunya ukuran gunung yang menyusut akibat terjadi longsor di dalam laut.

Berkurangnya volume tubuh Gunung Anak Krakatau ini diperkirakan karena adanya proses rayapan tubuh gunung api yang disertai oleh laju erupsi yang tinggi dari 24-27 Desember 2018.

"Terkonfirmasi bahwa Gunung Anak Krakatau itu tingginya yang semula 338 meter sekarang ini ya kira-kira hanya 110 meter," kata Sekretaris Badan Geologi Kementerian ESDM Antonius Ratdomopurbo di kantornya, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Sabtu (29/12/2018).

Diperkirakan, volume Anak Krakatau yang hilang sekitar 150-180 juta meter kubik. Sementara volume yang tersisa saat ini diperkirakan antara 40-70 juta meter kubik.

Antonius menuturkan pengamatan secara visual pada 28 Desember pukul 00.00-12.00 WIB, tinggi asap letusan Gunung Anak Krakatau mencapai 300 meter dari atas puncak kawah. Abu vulkaniknya ke arah timur-timur laut.

Penampakan jejak abu vulkanis Gunung Anak Krakatau yang tertangkap kamera satelit NASA pada 24 September 2018 (NASA)

Pada saat tidak ada letusan, puncak Gunung Anak Krakatau tak terlihat lagi, dan terpantau lebih rendah dari pada Pulau Sertung.

"Di dalam foto yang kita ambil dari Pos Pasuruan itu bahkan tingginya tidak melebihi dari background Pulau Setung. Padahal yang kemarin kan sangat tinggi," jelas dia.

Seperti dikutip dari BBC News, sabtu (29/12/2018), kolapsnya mayoritas dari massa Anak Krakatau yang hilang tersebut bisa saja meluncur ke laut dalam satu gerakan.

Hal tersebut menjelaskan perpindahan air dan pembentukan gelombang hingga ketinggian 5 meter yang kemudian membanjiri pesisir Selat Sunda.

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) telah mempelajari citra-citra yang diambil sejumlah satelit radar, termasuk Sentinel-1 milik Uni Eropa dan TerraSAR-X milik Jerman.

Dalam hal pengamatan, satelit radar punya keunggulan. Yakni, bisa memantau permukaan tanah, siang atau malam, serta mampu menembus awan. Kemampuan tersebut memungkinkan satelit radar melakukan pengukuran awal terkait hilangnya massa Anak Krakatau. Khususnya di sisi barat.

Citra Sentinel pada Anak Krakatau pasca erupsi 22 Desember 2018. Flank collapse pada porsi gunung disebut memicu tsunami yang terjadi pada hari yang sama, dengan selisih waktu yang berdekatan usai erupsi (Sentinel 1 / ESA)

Meski demikian para ilmuwan belum memastikan berapa persis massa Anak Krakatau yang hilang pada 22 Desember 2018, dan berapa yang hilang pada hari-hari berikutnya.

Para ilmuwan mungkin akan menemukan kepastian jika berkesempatan mengunjungi Anak Krakatau dan melakukan survei menyeluruh di sana. Namun, erupsi gunung itu masih berlangsung. Dilarang ada kegiatan apapun dalam radius 5 kilometer.

Kolapsnya kerucut Anak Krakatau sejatinya sudah lama dianggap sebagai potensi bahaya sebelum tsunami Sabtu lalu.

Enam tahu lalu, para ilmuwan merancang permodelan kemungkinan tersebut, bahkan mengidentifikasi lereng barat Anak Krakatau sebagai bagian yang berpotensi besar kolaps.

Studi tersebut, meski menyimulasikan bencana yang lebih besar, memprediksi ketinggian gelombang dan waktu genangan pantai (coastal inundation) yang sangat mirip dengan yang terjadi Sabtu lalu.

Let's block ads! (Why?)

from Berita Hari Ini Terbaru Terkini - Kabar Harian Indonesia | Liputan6.com kaloe berita gak lengkap buka link disamping http://bit.ly/2GIsDAo

No comments:

Post a Comment